Oleh: Bahtiar Galih
Gerimis
tak berhenti juga, ditambah dengan Tari
yang sejak pulang dari sekolah tadi tak keluar-keluar dari kamarnya. Padahal
jam dinding hadiah dari temannya sudah menunjukkan pukul 17.15. Itu berarti
adzan magrib semakin dekat.Tari kembali melirik buku bututnya. Aduh! Susahnya,
ia membanting napas kesal isi buku yang dibacanya dari tadi belum masuk juga ke
otaknya. Karena capek, ia selonjoran di kasur bunga mawarnya itu. Tapi ia malah
teringat oleh mantannya. Ditariknya foto tu dari dompetnya. Huh, seandainya!
Adu, dia melulu. Malas ah!
Ia
sekejap langsung menyembunyikan benda kenangannya dengan Audra itu di
dompetnya. “Bodohnya aku!”Cewek berambut panjang hitam itu mengeluh, namun
penyesalan yang menginjak-nginjak batinnya nggak pergi-pergi juga.“Iih”, Tari
menggumam. “Kenapa aku dulu menyia-nyiakannya,ya? Ga dewasa, kurang
bersyukur?Atau, dia yang terlalu seperti anak kecil?”Kenangan itu masih
tertempel di otak Tari, saat sosok yang dikenangnya itu memberikan surat
kepadanya. Surat yang isinya mengajak Tari putus dengannya.Memang sosok Audra
yang seperti anak kecil, pemalu, pintar, berkulit cokelat, wajahnya yang
bersih, dan bertubuh tinggi itu bukan termasuk tipe Tari. Tapi ia sulit untuk
memutuskan putus atau tidak pada saat itu. Selama ini semenjak putus dengan
Audra, ia sering berkhayal, berkhayal seandainya ia bisa lebih berpikir dewasa
lagi. Namun yang sudah terjadi tidak bisa kembali lagi.
Daripada
ia teringat dengan kekerasan bapaknya, ia mending terlintas kenangannya dengan
Audra.:”Plak!!” Batin Tari tergoncang, tamparan bapaknya ke bundanya itu sampai
menggerakkan gendang telinganya.” Bapak, Bapak! Cukup!”Tari berlari
menangis.Tak heran kalau Tari terkadang berdiam diri di kelasnya.Wajah
gelisahnya membuat dirinya penuh dengan misteri. Tapi sesungguhnya ia termasuk
perempuan sabar dan kuat karena ia dapat bertahan dengan kondisin keluarga
seperti itu.
Ting
tong ting tong!!! Bunyi bel sekolah Tari
berdenting, yang menandakan jam istirahat telah usai.Namun Tari masih tetap
duduk terenung di bangkunya sampai Yanti sobatnya itu membangunkannya dari
lamunannya.Tapi dengan kelucuan sahabatnya itu, akhirnya Tari dapat tersenyum
yang sejak kemarin ia terus menangis dan bersedih karena bapaknya itu menampar
bundanya yang tak sengaja mengingatkan bapaknya untuk tidak merokok dan pulang
malam. Yan, aku tuh udah putus dengannya! Tari menyela sobatnya denan menahan
ketawa sebab melihat wajah Yanti yang berekspresi kayak “Aming” komedian itu.
Tentu
saja Tari nggak akan mengatakan ke Yanti kalau ia sedang sedih dan menangisi
takdirnya. Batas bercerita tetap ada.Dan Tari tak ingin sobatnya itu bersedih
lantaran kehidupannya yang menyedihkan. Dan siang itu meskipun Tari mengikuti
pelajaran Bahasa Indonesia, tapi pikirannya masih melayang kemana-mana. Seandainya
Audra masih menjadi kekasihku! pasti masalahku akan reda dengan adanya dirinya.
Huh malangnya nasibku. Eiiiiihh!! Teriakannya membuat sekelas gaduh dan
kaget.Ini berawal dari Bejo yang menepuk bahu Tari.
“Tar,
hihihihi, ngelamun aja, kesambet lo entar!”Bejo pura-pura tak ngerti kesalahannya. Padahal gara-gara dia
Tari dipanggil ke depan oleh Bu Tartik, guru paling killer di sekolah.
“Tariiiii,
kamu itu!Kalau kamu tidak ingin mengikuti pelajaran saya. Kamu jangan menganggu
pelajaran Ibu!” muka Tari yang memerah membuat dirinya tampak habis makan 100
cabe merah keriting yang biasa dilihatnya di dapur ketika ia memasak dengan
bundanya.
Ting
tong ting tong………
Untung
penderitaan Tari berhenti juga, bel sekolah yang memengakkan telinga itu
menyelamatkan hidupnya hari ini.Tak hanya Tari, teman-temannya juga
terselamatkan.Karena mereka ingin sekali tak mengikuti pelajaran ini.Tapi
begitu melihat Bu Tartik, akhirnya mereka mengikutinya.“Duduk kamu! Ketua kelas
pimpin doa!”
“Iya
Bu.” Tari dan ketua kelasnya menyahut bersama. Setelah Bu Tartik keluar dari
kelas, Yanti dengan tas merah stroberinya itu langsung menyambar Tari. Tar kowe
kenapa?
“Iya,
kamu kenapa ?”(Tari yang semula cemberut langsung bersinar-sinar ketika Audra
menghampiri dan perhatian kepadanya)
“Aku
nggak apa-apa kok Dra! Aku cuma cuma……..”
“Cuma
ngelamunin kamu Dra.”Bejo menyela perkataan Tari namun Yanti membela sobatnya.
“Bejo!
Kamu jangan gitu.”
“Nggak
nggak, aku lagi pusing aja, kamu nggak pulang Dra ?”Tari mengalihkan suasana
dan itu berhasil.
“Ya
uda, aku pulang dulu ya.”Audra melirik Tari dengan senyumnya yang bisa membuat
Tari mabuk kepayang.Bejo pun mengikutinya dari belakang.
“Tar, kamu bener-bener pusing ta ?”
“Ehmm,
nggak sih, aku tadi lagi mikirin Audra tapi gara-gara Bejo tukang usil itu, aku
jadi dicereweti Bu Tartik deh.”
No comments:
Post a Comment