Monday, 12 June 2017

Cerpen : HARI ULANG TAHUN

Embun masih menetes dan kabut masih menyelimuti pagi. Dingin yang datang bersama angin menyusup ke kamar seakan ingin memenuhi ruangan yang penuh sesak dengan kumpulan buku yang masih tercecer dimana-mana dan seakan sudah seperti gudang buku. Lia terbangun.“Brrrrrr...dinginnya sampai menusuk tulang, rasanya hujan semalam masih membekas didinding dan atap rumah”. Lia, ia adalah seorang anak perempuan yang berusia 11 tahun dan masih duduk di kelas lima sekolah dasar. Ia anak licah dan cerewet yang suka jail pada teman-temannya. Ia anak pertama dari dua bersaudara,
adiknya seorang anak perempuan berumur tiga tahun.
“Lia, bangun udah siang. Kamukan harus sekolah!” teriak ibu membangunkan selagi menyapu lantai.
“Iya bu, aku udah bangun” teriak Lia menjawab ibunya.
“Cliiiing!!!, akhirnya selesai”.Dengan seketika tempat tidurnya yang berantakan dengan buku-buku pelajaran sehabis mengerjakan PR semalam akhirnya bersih dan rapi. Ia bergegas menuju kamar mandi dan segera memakai seragam sekolah. Rambut panjang yang terurai sehabis mandi dengan tangannya yang cekatan ia sisir dan ia kucir. Pita merah ia ikat di kuciran rambutnya, seakan menambah keceriaan menuju sekolah. Tempat dimana ia menuntut ilmu sekaligus bertemu teman-teman.
“Lia, sarapan dulu sini ibu udah siapin makanan” ujar ibu.
“Iya bu, sebentar” sahut Lia.
“Liaaa...berangkat yuk!” teriak Titin, teman sekolah Lia sejak taman kanak-kanak. Rambut pendek lurus menandakan dia anak yang aktif, dengan tas pink yang digendongnya dan terlihat penuh dengan isinya. Entah itu buku pelajaran atau komik kesukaannya. Sejak kelas dua SD memang ia sudah menyukai dan mengoleksi berbagai macam komik.
“Iya, sebentar tin, aku pakai sepatu dulu” sahut Lia.
“Sarapan dulu Li!”ujar ibu.
“Maaf  bu, Lia minum segelas susu coklatnya aja ya. Lia udah kesiangan, takut telat. Nanti Lia disuruh nyapu halaman, lagi pula Titin udah ada didepan rumahkan?”ungkap Lia sambil menenggak susu coklatnya.
“Ya sudah sana, itu hati-hati minum susunya nanti keselek lho” ujar ibu.
“Iya bu, makasih. Lia berangkat sekolah dulu yah, assalamu’alaikum?” pamit Lia sambil mencium tangan ibunya.
“Wa’alaikumsalam...”sahut ibu.
Liapun keluar rumah dengan tergesa-gesa dan “thakkk...” kakinya menabrak pintu rumahnya yang sangat keras.“Aw,,,sakiiiiit” teriak Lia.
“Kamu kenapa Li?” tanya Titin dengan wajah cemas.
“Kakiku Tin?”jawab Lia.
“Iya, kenapa dengan kakimu?” tanya kembali Titin.
“Kakiku menabrak pintuuu” ungkap Lia sambil meringis kesakitan.
Ketika mereka berdua sedang bercakap-cakap, tak terasa detik jam pun bergerak dengan cepat menandakkan waktu semakin siang. Mereka berdua tak sadar akan tujuan awal mereka, yaitu berangkat sekolah. Kemudian Ibu Lia keluar dari rumah setelah mendengar suara keras tadi dan dengan nada cemas bertanya pada mereka berdua.
“Ada apa ini, kenapa kalian berdua belum berangkat sekolah?” tanya Ibu Lia.
“Oh iya, kita lupa bu. Kita kan mau berangkat sekolah yah?” ungkap Lia.
“Oh ya Li, aku juga lupa” tambah Titin.
“Memangnya ada apa?”tanya Ibu Lia
“Ini bu, tadi Lia waktu keluar rumah ga sengaja menabrak pintu rumah, ga berdarah sih cuma memar. Tapi gimana ya, kita udah kesiangan Li” jelas Titin.
“Oh iya Tin, gimana yah? Ga apa apa deh, kita berangkat sekarang aja yuk Tin?”ungkap Lia.
“Tapi gimana dengan kakimu, emangnya bisa dibawa jalan?”ujar Titin.
“Ya dicoba aja deh Tin, dari pada kita telat entar dihukum buat nyapu halaman sekolah”. Lia menegaskan.
Akhirnya mereka berdua bergegas pergi ke sekolah. Di pertengahan jalan mereka berdua bertemu dengan Rizal dan Deni. Mereka berdua juga teman Lia dari taman kanak-kanak. Rizal, anak laki-laki berusia sama seperti Lia yaitu 11 tahun, hanya berbeda beberapa bulan tetapi lebih tua dari Lia. Badan tinggi, rambutnya yang selalu klimis, kulit hitam manis dengan lesung pipi di wajahnya seakan rasa percaya dirinya berada diatas awan. Tapi selain itu, ia juga termasuk anak yang pintar. Buktinya setiap ulangan tidak pernah mengikuti perbaikan. Dan anak paling sok imut dan sok ganteng, yaaa...begitulah ciri khasnya. Sedang Deni, ia anak laki-laki jail yang suka banget bikin perkara sama temen sekelas. Deni anak paling gemuk dan juga berusia paling tua diantara ketiga temannya. Kebalikan dari Rizal kulitnya agak lebih putih. Walaupun ia anak yang suka jail, tetapi dengan muka pas-pasan dan tubuh yang gemuk, ia selalu jadi bahan ledekan sesama teman laki-laki. Diantara mereka berempat memang Lia anak yang paling cerewet dan rame, jadi ketiga temannya itu yang jadi sasaran kebisingan suara Lia kalau lagi ngoceh kaya pidato kemerdekaan. Eissst, dan itu juga yang bikin suasana peretemanan mereka jadi makin asyik. So pasti kalau ga ada Lia pasti  sepi deh.
Mereka juga sering kali mengerjakan tugas kelompok bersama. Mereka berempat memiliki jadwal tempat untuk kerja kelompok. Misalnya hari pertama di rumah Lia, hari kedua di rumah Titin, hari ketiga di rumah Rizal, hari keempat di rumah Deni, dan seterusnya. Mereka bekerja sama memecahkan tugas sekolah yang sulit dipecahkan sendiri. Tapi untungnya ada Rizal, anak paling cerdas diantara ketiga temannya. Jadi kalau ada tugas sekolah yang sulit, mereka selalu menanyakan kepada Rizal terlebih dahulu bagaimana cara mengerjakannya.
Kemudian mereka berempat melanjutkan perjalanan dengan tertawa riang membicarakan hal yang lucu-lucu dan membuat sakit perut. Ditengah-tengah perjalanan tiba-tiba terdengar suara “thuuuuut...”.
“Ayooooo, siapa yang kentut? Kalau ga Deni pasti Rizal nih” teriak Lia dengan wajah penasaran.
“Iya, iya siapa yah Li? Kita berdua kan ga ikut-ikutan”sahut Titin.
“Eh, kalian berdua nuduh aku, orang aku dari tadi lagi ngapalin rumus matematika kok. Deni kali tuuuh, buktinya dari tadi diem aja” cela Rizal.
“Iya deh iyaaa,...aku yang kentut. Soalnya semalem abis makan bakso” jawab Deni dengan rasa kesal.
“Trus apa hubungannya dengan bakso?” ujar Titin.
“Ya adalah Tin, Deni kan makan bakso satu mangkok ditambah sambel dua mangkok, pasti mules lah” ungkap Lia dengan tertawa.
“Hi...hi...hiii, kamu bener juga Li”jawab Titin.
“Eeeeh,,,udah udah. Malah kita debat lagi, kita kan udah kesiangan nanti telat lagi” lerai Rizal.
“Ya udah ayo cepet, siapa suruh bahas kentut. Kentut kan sehat!” sahut Deni.
Perjalanan yang lumayan panjang dari rumah ke sekolah cukup melelahkan dan meneteskan keringat. Memang, desa dimana rumah Lia dan ketiga temannya berada agak jauh dari sekolah mereka. Tapi itu bukan menjadi masalah bagi mereka berempat, karena sejak kelas satu SD mereka sudah terbiasa dan dibiasakan oleh orang tua mereka untuk berjalan kaki menuju sekolah supaya sehat dan mengenal sekeliling desa mereka. Tidak hanya lingkungan sekitar rumah mereka. Lagi pula dari rumah mereka berdua menuju sekolah tidak ada angkutan umum, selagi ada kendaraan tidak ada yang mengantar ke sekolah. Semua orang sibuk dengan urusan masing-masing. Ibu Lia sibuk membersihkan rumah, memasak dan mengurusi adiknya, ayahnya sibuk dengan urusan pekerjaannya. Kakek dan neneknya jelas ga bisa bawa motor.
Sesampainya di sekolah, mereka berempat terlihat terengah-engah. Kelelahan akibat berlari-lari ketakutan akan terlambat sekolah.
Untunglah mereka berempat tidak terlambat, mereka masih bertemu dengan teman sekelas mereka lainnya yang baru berangkat sekolah. Dan pintu gerbang masih terbuka lebar menerima siswa sekolah yang datang untuk mencari ilmu. Segera mereka berjalan menuju kelas mereka.
“Cepat-cepat, ayo lariii!” tegas Lia sambil menuju pintu kelas.
“Assalamu’alaikum...”ungkap mereka berempat kompak.
“Loh, ko sepi?”ujar Rizal.
“Emangnya yang lain pada kemana yah? Kaya kuburan aja” tambah Deni.
“Eh,.iyaaa hari ini kan Hari Rabu. Jadwalnya kelas lima olahraga di lapangan luar, seingatku kayanya praktek permainan bola kasti deh” jelas Lia
“Ooooh iya...” ketiga teman Lia kompak menjawab.
“Ya udah, ayo cepet kita taruh tas, ganti baju, langsung kelapangan luar” perintah Lia.
Mereka berempat menuju lapangan luar. Dan benar, teman-teman mereka sudah berada di lapangan dan bersiap-siap untuk pemanasan. Untungnya guru olahraga yang akan mengajar belum datang. Lepaslah mereka berempat dari hukuman. Segera mereka bergabung dengan teman lainnya untuk melakukan pemanasan. Sambil memasuki barisan dan melihat ketua kelas menjadi instruktur pemanasan, mereka berempat bergumam.
“Li, li untung kita ga telat banget yah. Kalau tadi beberapa menit lagi nih kita telat, bakalan kena hukuman kita. Bisa-bisa kita ga bisa ikut penilaian praktek” ujar Titin.
“Iya bener tuh Tin, ditambah lagi hukuman nyapu halaman sekolah, bisa-bisa kita jadi tukang bersih-bersih”.ungkap Lia sambil menahan tawa.
“Ya tuh bener, gara-gara kamu sih Den pake acara kentut segala, jadinya didebatin” cela Rizal.
“Kok salah aku, jelas-jelas kalian yang berdebat bukan aku”bela Deni dengan mukan sinis.
“Stttttt...bu guru datang, bu guru datang” bisik Titin.
Semua kelas lima melakukan pemanasan dengan bimbingan ibu guru. Setelah selesai pemanasan, semua anak-anak berbaris mengikuti arahan ibu guru.
“Ada yang mau bertanya?” ujar ibu guru.
“Ada, saya bu” teriak Deni.
“Iya, kenapa kamu Den?” jawab ibu guru.
“Bu, bu...kalau ga ikut praktek tetep dikasih nilai ga bu. Ibu kan baik hati, cantik, dan tidak sombong” rayu Deni.
“Ya jelas tidak, nilai itu kan diperoleh dari praktek yang dikerjakan. Jadi, kalau kamu ga ikut praktek, kamu ga dapet nilai. Kamu harus ikut praktek susulan dengan teman yang lain yang sekarang ga berangkat, tapi kalau sekarang berangkat semua, berarti terpaksa kamu harus ikut praktek susulan. Sudah mengerti Den?” jelas ibu guru.
“Oooh, gitu ya bu?”ujar Deni.
“Ya memang sudah seharusnya begitu. Kalau boleh ibu tau, memangnya kenapa kamu tanya begitu. Kamu sakit?” tanya ibu guru
“Emmm, engga kok bu” jawab Deni dengan nada lemas.
“Bohong tuh bu, Deni tanya begitu kan karena dia lagi sakit perut bu. Katanya sih abis makan bakso semalem, tapi di temenin sambel dua mangkok” Sahut Lia sambil meringis menahan tawa.
“Oh begitu, ya sudah sana ke UKS aja” perintah ibu guru.
“Ga ko bu, masih bisa ikut praktek kok” jawab Deni.
Setelah lama berdiskusi dengan ibu guru, mereka kemudian bermain kasti. Dari 30 siswa dibagi menjadi dua sama dengan siswa laki-laki tujuh dimasing-masing kelompok. Pemenang dalam permainan ini akan mendapat nilai lebih dari ibu guru selain nilai dari ulangan sekolah, karena permainan kasti membutuhkan kekompakan dan usaha kuntuk mendapatkan hasil yang maksimal. Ternyata empat anak tadi tergabung menjadi satu kelompok. Betapa senangnya mereka, lalu mereka semua bermain dengan sportif. Dan permainan ini dimenangkan oleh tim dari kelompok Lia dan kawan-kawan. Dengan riang gembira mereka menuju kelas dan berganti pakaian.
“Kriiing,,,kriiing...suara lonceng berbunyi. Itu tandanya waktu istirahat sudah tiba, wajah ceria terpancar dari semua anak-anak.
“Li, ke koperasi yuk?”ajak Titin.
“Oke deh,  ngomong-ngomong kita mau beli apa, kue apa snack?” cetus Lia.
“Agh, itu ga penting. Yang penting itu minumannya, ayo cepet! Aku haus tau, cape habis lari” ujar Titin selagi mengipas-ngipas wajahnya dengan buku.
“Iya iya,.” Ungkap Lia dengan sabar.
Mereka berdua pergi ke koperasi membeli makanan, tak disangka Rizal dan Deni sudah ada di koperasi. Biasalah, anak laki-laki kan selalu cepat dalam urusan apapun, terutama makanan, mana mau ketinggalan. Setelah memilih dan mengambil makanan, giliran membayarnya ke penjaga koperasi. Sesudah Titin, Deni, Rizal membayar makanan. Dengan wajah cemas Lia mencari sesuatu di sakunya.
“Kamu kenapa Li?”tanya Titin.
“Uangku ga ada Tin, kira-kira hilang dimana yah?” ungkap Lia cemas.
“Gimanaaa, ya udah nih pake uangku aja Li” sahut Rizal.
“Rizal baik deh, makasiiih” ujar Lia dengan wajah ceria.
Waktu istirahatpun berlalu, mereka melanjutkan pelajaran disekolah dengan cermat. “Kriiing...kriing...kring” bel pulang berbunyi, rasa senang terlihat dari semua anak-anak. Dengan cepat Lia, Titin, Rizal dan Deni merapikan semua buku-buku pelajaran yang tercecer di meja.
Semua anak berdoa dan mengucapkan salam kepada ibu guru dengan dipimpin oleh ketua kelas. ketika anak-anak yang lain berjalan menuju pintu keluar, Lia masih kebingungan dengan buku-bukunya. Ia kehilangan buku matematikanya, Titin bertanya pada Lia. “Kamu nyariin apa Li, kayanya penting?”.
“Iya,  buku matematikaku hilang” tegas Lia.
“Udahlah,  pasti ketemu. Cari besok aja, ini udah siang loh” kata Titin.
Setelah mencari-cari tetapi tidak ketemu, akhirnya mereka berdua menyusul yang lain keluar dari kelas. Keluar dari kelas, Lia tampak kebingungan kembali ketika ia melihat sekitarnya. Semua anak tiba-tiba sudah tidak ada. ”Anak-anak pada kemana ya?” ucap Lia mengerutkan wajahnya.
Titin terdiam memandang Lia. “Tin, kenapa diem?” ujar Lia.
“Eh iya kenapa? Anak-anak, ga tau tuh udah pada pulang kali” sahut Titin.
“Rizal sama Deni masa ga nungguin kita sih?”ucap Lia dengan nada cetus.
Mereka berdua berjalan pulang seperti biasa melewati sungai kecil. Tiba-tiba “byur...”, sekantong plastik berisi air menimpa kepala Lia.
“Happy bidhaaay to youuu” semua teman sekelas Lia kompak bernyanyi. Ternyata itu adalah hari ulang tahun Lia, ia tidak sadar bahwa teman-temannya telah merencanakan itu semua dari awal. Sejak pagi hari setelah olah raga ketika ia kehilangan uang dan hingga ia kehilangan buku matematik, itu semua akal-akalan ketiga temannya dan teman sekelas lainnya. Semua kantong plastik air dilempar ke tubuh Lia dan semua teman menceburkannya ke sungai. Tangan-tangan jail mengolesi wajah Lia dengan lempung dan tanah. Sepatunya digantung diatas pohon, tasnya disembunyikan entah dimana. Itu merupakan hal terburuk sekaligus mengasyikkan bagi Lia. Disatu sisi ia merasa kesal karena sudah dijailin oleh teman-temannya, terutama Titin, Rizal, dan Deni, karena mereka yang mempunyai ide seperti itu. Tapi disisi lain, ia merasa gembira karena mendapat kejutan yang sulit dilupakan.
Dengan tubuh yang basah dan berlumpur Lia berlari mengejar teman-temannya dan membalas semua temannya dengan melemparkan kantong plastik air dan mendorong semua temannya ke sungai.
“Eh, jangan-jangan. Aku udah basah kuyup nih! Masa aku mau diceburin lagi, ga asyik banget nih” ujar Lia dengan muka belepotan lumpur.
“Yeee,,, biarin ajah. Kapan lagi coba kita bisa kaya gini” sahut Titin.
Mereka semua bersenang-senang tertawa riang dengan semua lelucon yang dibuat oleh anak-anak, tapi tidak hanya kejutan itu yang didapat Lia. Ia mendapat beberapa kado dari teman sekelasnya. Ada yang memberi buku tulis, tempat pensil, dan beberapa figura dengan hiasan cantik dan menarik. Betapa bahagianya Lia mendapat kejutan itu, sehabis itu mereka pulang dengan keadaan kotor dimana terdapat banyak lumpur ditubuh mereka. Lia, Titin, Rizal, dan Deni berjalan pulang menuju rumah. Mereka bercanda tawa sepanjang jalan, tak peduli berapa banyak orang yang membicarakan mereka.
“Eh Li, Li, gimana rasanya pake bedak lumpur. He he he...?”ledek Titin.
“Emmm, rasanya manis banget kaya keju” ucap Lia.
“Bukannya keju rasanya asin yah?”ujar Deni.
“Emang asin, lagian kalian bikin acara seenak jidat kalian. Ga ngrasa apa aku itu sebel sama kalian. Udah ngilangin uang aku, ngumpetin buku sama tas aku, pokoknya sebel, sebel, sebel, bangeeeet...sama kalian bertiga”teriak Lia dengan kesal.
“Ya deh aku sama temen-temen minta maaf, tapi jangan ngambek dong Li. Kalau kamu ngambek ga asyik dong, ga ada yang pidato lagi” ujar Rizal.
“Itu minta maaf apa lagi ngejek?”cetus Lia.
“Iya iya, maaf maaf deh”ujar Deni.
“Yeee, kalian ketipu. Orang aku ga ngambek kok, cuma bales dendam aja sama kalian. Abisnya nyebelin, kenapa kalian jadi temen kok baik banget sih? Pake ngasih kejutan kaya gini, kan ngrepotin banyak temen” jelas Lia.
“Ih, Lia nyebeliiin. Kita kan udah khawatir kalau kamu ngambek, eh malah lagi ngerjain balik. Tau kaya gini aku ga minta maaf tadi” ujar Titin.
“Oh jadi gitu critanya, ya udah ya udah. Jadi kalian minta maafnya ga ikhlas nih, okeh okeh” sahut Lia.
“Eh ga kok, engga. Kita sungguh-sungguh minta maaf, mau kan dimaafin?” rayu Deni.
“Ya ya, aku maafin” ungkap Lia.
Akhirnya mereka berempat berjalan menyusuri sepanjang jalan dengan tawa menuju jalan pulang. Mereka mempunyai rasa persahabatan yang sangat tinggi, sampai-sampai ketika salah satu ada yang berulang tahun mereka memberikan kejutan dan memberikan hadiah. Dari tahun ke tahun mereka selalu bersama, mengerjakan tugas bersama, hingga sering berbagi pengalaman satu sama lain. Terlebih lagi orang tua mereka selalu berkumpul dalam sebuah perkumpulan arisan atau perkumpulan lainnya. Menambah keakraban dan silaturahmi antar tetangga. Dan juga mereka berempat dilahirkan dalam jarak waktu yang lumayan dekat, jadi mereka sama-sama sedang mengalami masa anak-anak menuju masa remaja. Sebelum itu mereka berkembang melalui proses yang mengasyikkan dan memperoleh pembelajaran melauli berbagai perilaku dalam kehidupan. Bertambah umur, bertambah juga pengetahuan yang lebih luas mengenai dunia diluar sana. Jika kita melakukan suatu tindakan, harus didahului dengan niat yang baik dan dilakukan dengan baik pula. Carilah teman sebanyak-banyaknya bukan mencari musuh sebanyak-banyaknya. Teman yang baik itu akan dapat membantu kita dalam keadaan suka maupun duka. Dan Lia, Titin, Rizal, dan Deni lah contohnya. Pertemanan tanpa batas untuk sebuah kebaikan dan kebahagiaan. Itulah akhir cerita dari sebuah persahabatan yang tulus tanpa adanya balas budi dan jasa.

 Oleh : Nurul Miftah Awaliyah



TERIMA KASIH

No comments:

Post a Comment

Entri Populer

Total Pageviews

Artikel Terpopuler